Kamis, 27 Juni 2013

Fiqh Perawatan Jenazah



PERAWATAN JENAZAH

MAKALAH

Disusun Guna Memenuhi Tugas
Mata Kuliah: Fiqh (PGMI-2A)
Dosen Pengampu: Lutfiyah, M.SI.


Disusun oleh:
Khusnul Kholifah                               (103611007)
Lia Sholikhatul Amalia                       (103611008)
Nita Sufiati                                        (103611014)




FAKULTAS TARBIYAH
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI WALISONGO
SEMARANG
2013




     I.          PENDAHULUAN
A.      Latar Belakang
Sebagaimana manusia semasa hidupnya memiliki aturan-aturan tertentu yang harus diketahui dan dilaksanakan, maka setelah kematiannya mereka pun memiliki aturan-aturan tertentu yang harus diketahui dan dilaksanakan.
Kematian merupakan akhir setiap jiwa, sebagaimana firman Allah SWT:
كل نفس ذائقة الموت
Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati (Ali Imran: 185)
Wajib bagi setiap orang hidup untuk mengetahui ajaran bagaimana menghadapi orang yang sakaratul maut, atau jika telah meninggal. Yakni mulai dari memandikan, mengkafani, menyalatkan, serta menguburkan jenazah tersebut berdasarkan ajaran kitabullah dan sunnah Rasul.

B.       Rumusan Masalah 
Berdasarkan latar belakang di atas, maka dapat kami peroleh rumusan masalah sebagai berikut:
1.      Apa perbuatan yang dianjurkan ketika datang ajal dan sesudahnya?
2.      Bagaimanakah penjelasan mengenai memandikan jenazah?
3.      Bagaimanakah penjelasan mengenai mengkafani jenazah?
4.      Bagaimanakah penjelasan mengenai menyalati jenazah?
5.      Bagaimanakah penjelasan mengenai menguburkan jenazah?

  II.          PEMBAHASAN
1.      Perbuatan yang Dianjurkan ketika Datang Ajal dan Sesudahnya
Terhadap orang yang hampir meninggal, disunnatkan untuk diajari mengucapkan syahadat, berdasarkan sabda Nabi SAW:
لقنواموتاكم شهادة ان لااله الاالله
Ajarkanlah kalimat syahadat La Ilaaha Illallaah kepada orang-orang yang hampir mati diantara kamu.
Sebagian fuqaha berpendapat bahwa menghadapkan orang yang hamper mati ke kiblat merupakan hal yang disunnahkan.
Apabila mayit telah mati, maka matanya dipejamkan, dan dianjurkan agar segera dikuburkan, karena hal itu telah disebutkan di dalam hadits-hadits yang berkenaan dengan masalah tersebut[1].
Sesaat setelah meninggal
1.    Menutupkan kelopak matanya
2.    Mengikat rahangnya dengan tali yang lembut
3.    Menutupinya dengan kain dari kepala sampai telapak kakinya
4.    Menempatkannya di tempat yang layak dan jauh dari gangguan binatang
5.    Memohonkan ampunan

2.      Memandikan
1.      Hukum Memandikan jenazah
Mengenai hukum memandikan mayit, mayoritas fuqaha berpendapat bahwa hukumnya adalah fardhu kifayah, adapula fuqaha yang berpendapat bahwa hukumnya adalah sunnah kifayah.[2]
2.      Mayit yang Wajib dimandikan
Fuqaha telah sependapat bahwa mayit yang wajib dimandikan ialah mayit muslim yang tidak terbunuh dalam peperangan melawan kaum kafir.[3]
3.      Cara Memandikan
Adapun langkah-langkah dalam memandikan jenazah adalah sebagai berikut:[4]
a.       Dianjurkan menutup aurat si mayit ketika memandikannya. Dan melepas pakaiannya, serta menutupinya dari pandangan orang banyak. Sebab si mayit barangkali berada dalam kondisi yang tidak layak untuk dilihat. Sebaiknya papan pemandian sedikit miring ke arah kedua kakinya agar air dan apa-apa yang keluar dari jasadnya mudah mengalir darinya.
b.      Petugas yang memandikan memulai dengan melunakkan persendian jenazah tersebut. Apabila kuku-kuku jenazah itu panjang, maka dipotongi. Demikian pula bulu ketiaknya. Adapun bulu kelamin, maka jangan mendekatinya, karena itu merupakan aurat besar. Kemudian petugas yang memandikan mengangkat kepala jenazah hingga hampir mendekati posisi duduk. Lalu mengurut perutnya dengan perlahan untuk mengeluarkan kotoran yang masih dalam perutnya. Hendaklah memperbanyak siraman air untuk membersihkan kotoran-kotoran yang keluar.
c.       Petugas yang memandikan jenazah hendaklah mengenakan lipatan kain pada tangannya atau sarung tangan untuk membersihkan jasad si mayit (membersihkan qubul dan dubur si mayit) tanpa harus melihat atau menyentuh langsung auratnya, jika si mayit berusia tujuh tahun ke atas.
d.      Selanjutnya petugas berniat (dalam hati) untuk memandikan jenazah serta membaca basmalah. Lalu petugas me-wudhu-i jenazah tersebut sebagaimana wudhu untuk shalat. Namun tidak perlu memasukkan air ke dalam hidung dan mulut si mayit, tapi cukup dengan memasukkan jari yang telah dibungkus dengan kain yang dibasahi di antara bibir si mayit lalu menggosok giginya dan kedua lubang hidungnya sampai bersih. Selanjutnya, dianjurkan agar mencuci rambut dan jenggotnya dengan busa perasan daun bidara atau dengan busa sabun. Dan sisa perasan daun bidara tersebut digunakan untuk membasuh sekujur jasad si mayit.
e.       Setelah itu membasuh anggota badan sebelah kanan si mayit. Dimulai dari sisi kanan tengkuknya, kemudian tangan kanannya dan bahu kanannya, kemudian belahan dadanya yang sebelah kanan, kemudian sisi tubuhnya yang sebelah kanan, kemudian paha, betis dan telapak kaki yang sebelah kanan.
f.       Selanjutnya petugas membalik sisi tubuhnya hingga miring ke sebelah kiri, kemudian membasuh belahan punggungnya yang sebelah kanan. Kemudian dengan cara yang sama petugas membasuh anggota tubuh jenazah yang sebelah kiri, lalu membalikkannya hingga miring ke sebelah kanan dan membasuh belahan punggung yang sebelah kiri. Dan setiap kali membasuh bagian perut si mayit keluar kotoran darinya, hendaklah dibersihkan.
Dianjurkan agar air yang dipakai untuk memandikan si mayit adalah air yang sejuk, kecuali jika petugas yang memandikan membutuhkan air panas untuk menghilangkan kotoran-kotoran yang masih melekat pada jasad si mayit. Dibolehkan juga menggunakan sabun untuk menghilangkan kotoran. Namun jangan mengerik atau menggosok tubuh si mayit dengan keras. Dibolehkan juga membersihkan gigi si mayit dengan siwak atau sikat gigi. Dianjurkan juga menyisir rambut si mayit, sebab rambutnya akan gugur dan berjatuhan.
Setelah selesai dari memandikan jenazah ini, petugas mengelapnya (menghandukinya) dengan kain atau yang semisalnya. Kemudian memotong kumisnya dan kuku-kukunya jika panjang, serta mencabuti bulu ketiaknya (apabila semua itu belum dilakukan sebelum memandikannya) dan diletakkan semua yang dipotong itu bersamanya di dalam kain kafan. Kemudian apabila jenazah tersebut adalah wanita, maka rambut kepalanya dipilin (dipintal) menjadi tiga pilinan lalu diletakkan di belakang (punggungnya).
4.      Jumlah basuhan
Diriwayatkan dari Muhammad bin Sirin, dari Ummu Athiyah , bahwa Rasululah SAW berkata kepada para wanita yang memandikan jenazah putrinya:
“mandikanlah tiga kali, lima kali, atau lebih dari itu, apabila kalian menganggap hal itu (baik) dengan air dan dauun pohon bidara, dan akhirilah dengan kapur barus atau sedikit dari kapur barus”.
Sedangkan imam syafii lebih menyukai jika mayit dimandikan tiga kali dengan air yang telah disiapkan dan tidak menguranginya, hal ini berdasarkan hadits Rasulullah SAW, “Mandikanlah mayat itu sampai tiga kali! Apabila sampai tiga kali belum bersih, maka tambahkanlah sampai lima kali.”[5]
Orang yang tidak dapat dimandikan karena tidak ada air atau dikhawatirkan tubuhnya akan rusak dengan dimandikan, seperti orang yang terkena lepra, atau yang terbakar, atau jika mayatnya seorang wanita di tengah laki-laki yang bukan suaminya, atau mayatnya laki-laki di tengah wanita yang bukan istrinya. Dalam knndisi tersebut, maka mayat ditayammumkan dengan debu; yaitu dengan mengusap mukanya dan kedua telapak tangannya dengan menggunakan sarung tangan bagi orang yang mengusapnya.
5.      Orang yang memandikan
Menurut Imam Syafi’I orang yang paling utama memandikannya adalah yang lebih utama untuk menyalatkannya. Namun apabila dikerjakan oleh orang lain, maka hal itu tidaklah mengapa.[6]

3.      Mengkafani
1.      Hukum Mengkafani Jenazah
Mengkafani jenazah hukumnya wajib dan hendaklah kain kafan tersebut dibeli dari harta si mayit. Hendaklah didahulukan membeli kain kafannya dari melunaskan hutangnya, menunaikan wasiatnya dan membagi harta warisannya. Jika si mayit tidak memiliki harta, maka keluarganya boleh menanggungnya.
2.      Jumlah Lapisan Kain Kafan
Mengenai jumlah lapisan kain kafan ini, Imam Syafi’I lebih menyukai apabila jumlah kain kafan mayit sebanyak tiga helai yang berwarna putih, tidak termasuk baju kemeja dan serban. Dan ada pula yang berpendapat bahwa jumlah kain kafan untuk jenazah laki-laki adalah tiga helai, sedangkan untuk jenazah perempuan sebanyak lima helai.
3.      Cara Mengkafani Jenazah
Dibentangkan tiga lembar kain kafan, sebagiannya di atas sebagian yang lain. Kemudian didatangkan jenazah yang sudah dimandikan lalu diletakkan di atas lembaran-lembaran kain kafan itu dengan posisi telentang. Kemudian didatangkan hanuth yaitu minyak wangi (parfum) dan kapas. Lalu kapas tersebut dibubuhi parfum dan diletakkan di antara kedua pantat jenazah, serta dikencangkan dengan secarik kain di atasnya (seperti melilit popok bayi).
Kemudian sisa kapas yang lain yang sudah diberi parfum diletakkan di atas kedua matanya, kedua lubang hidungnya, mulutnya, kedua telinganya dan di atas tempat-tempat sujudnya, yaitu dahinya, hidungnya, kedua telapak tangannya, kedua lututnya, ujung-ujung jari kedua telapak kakinya, dan juga pada kedua lipatan ketiaknya, kedua lipatan lututnya, serta pusarnya. Dan diberi parfum pula antara kafan-kafan tersebut, juga kepala jenazah.
Selanjutnya lembaran pertama kain kafan dilipat dari sebelah kanan dahulu, baru kemudian yang sebelah kiri sambil mengambil handuk/kain penutup auratnya. Menyusul kemudian lembaran kedua dan ketiga, seperti halnya lembaran pertama. Kemudian menambatkan tali-tali pengikatnya yang berjumlah tujuh utas tali. Lalu gulunglah lebihan kain kafan pada ujung kepala dan kakinya agar tidak lepas ikatannya dan dilipat ke atas wajahnya dan ke atas kakinya (ke arah atas). Hendaklah ikatan tali tersebut dibuka saat dimakamkan. Dibolehkan mengikat kain kafan tersebut dengan enam utas tali atau kurang dari itu, sebab maksud pengikatan itu sendiri agar kain kafan tersebut tidak mudah lepas (terbuka).[7]

4.      Menyalatkan
1.      Cara mengerjakan shalat jenazah
Dalam pembicaraan ini terdapat beberapa persoalan, antara lain:[8]
a.    Bilangan takbir
Pada masa pertama Islam, masalah bilangan takbir ini banyak diperselisihkan di kalangan sahabat, dari tiga hingga tujuh takbir. Akan tetapi, fuqaha negeri-negeri besar berpendapat bahwa bilangan takbir dalam shalat jenazah ada empat. Kecuali Ibnu Abi Laila dan Jabir bin Zaid yang berpendapat bahwa takbir tersebut adalah lima kali.
Silang pendapat ini disebabkan karena terdapat bermacam-macam hadits yang berkenaan dengan masalah ini, antara lain:[9]
1)      Hadist yang diriwayatkan dari Abu Hurairah ra:
Sesungguhnya Rasulullah SAW menyiarkan kabar tentang wafatnya Najasi pada hari meninggalnya, dan keluarlah beliau bersama para sahabat ke tempat shalat (mushala), kemudian belaiu membuat shaf bersama mereka dan mengucapkan takbir empat kali.
2)      Hadist yang diriwayatkan Muslim dari Abdu’r-Rahman bin Abu Laila:
Berkata Abu’-Rahman; Adalah Zaid bin Arqam bertakbir atas jenazah-jenazah empat kali, dan adalah dia bertakbir atas satu jenazah lima kali. Maka kami tanyakan ini padanya, maka jawabnya, “Rasulullah SAW pernah melakukan takbir-takbir demikian.”
3)      Sebuah riwayat dari Abu Khaitsamah, dari ayahnya:
Berkata ayah Abu Khaitsamah: Dahulu Rasulullah SAW bertakbir atas jenazah-jenazah emat kali, lima kali, enam kali, tujuh kali dan delapan kali, hingga ketika Najasyi wafat, maka berbarislah orang banyak di belakang beliau, dan beliau bertakbir empat kali. Kemudian tetaplah beliau pada empat takbir itu hingga Allah mewakafkannya.
b.   Tata cara shalat jenazah
Imam atau orang yang shalat sendiri berdiri di bagian dada jika mayatnya laki-laki atau di sisi tengah jika mayatnya perempuan. Sedabgkan makmum berdiri di belakan imam. Disunnahkan untuk membuat tiga barisan.
Surat al-Fatihah dibaca pada takbir pertama, kemudian bershalawat atas Nabi SAW. selanjutnya berdoa untuk kaum muslimin baik laki-laki maupun perempuan, dan kemudian mengkhususkan doa untuk si mayit. Stelah itu dilanjutkan dengan salam.
Bagi mereka yang ketinggalan sebagian takbir dalam shalat jenazah maka ia ikut masuk bersama imam dari shalat yang tersisa, jika imamnya salam maka dia sempurnakan apa yang tertinggal. Namun jika ia khawatir jenazahnya terlanjur diangkat, maka dia bertakbir secara berturut-turut (tanpa jeda diantaranya) kemudian dia salam. Sedangkan orang yang terlambat ikut shalat mayat sebelum dikubur maka dia dapat menyalatkan di kuburnya.
Bagi orang yang tidak berada di negeri tempat jenazah berada dan dia mengetahui berita kematiannya, maka dia dapat shalat ghaib.
Janin yang keguguran jika sudah berusia empat bulan lebih maka wajib dilakukan shalat jenazah atasnya, sedangkan jika kurang dari empat bulan maka tidak dishalatkan.
Adapun bacaan dalam shalat jenazah ialah sebagai berikut:
1.      Niat
اصلى على هذالميت اربع تكبيرات فرض الكفاية لله تعالى
2.      Takbir
3.      Al Fatihah
4.      Takbir 
5.      Shalawat Nabi
اللهم صل على سيدنا محمد وعلى ال سيدنا محمد
6.      Takbir
7.      Doa
اللهم اغفر له وارحمه وعافه واعف عنه واجعل الجنة مثوىه
8.      Takbir
9.      Doa
اللهم لا تحرمنا اجره ولا تفتنا بعده واغفر لنا وله
10.  Salam
Dan jika mayatnya perempuan maka dhamir hu (ه ( tersebut tinggal diubah menjadi ha (ها)

5.      Menguburkan
Tata cara menguburkan jenazah:
1.      Mayat wajib dikuburkan di tempat yang aman dari binatang buas. Mayat dihadapkan ke kiblat, semakin dalam kuburnya semakin baik.
2.      Lebih utama jika kuburnya menggunakan lahad, yaitu lubang yang digali ke samping di dasar kubur dan mengarah ke kiblat.
3.      Jika ada alasan tertentu, dibolehkan tidak menggunakan liang lahad. Caranya dengan menggali lubang ke bawah di tengah dasar kubur untuk mayat. Misalnya jika tanahnya mudah runtuh.
4.      Mayat diletakkan di atas pinggang kanannya dan menghadap kiblat.
5.      Setelah mayat diletakkan di lahad, letakkan papan di atas lahad dan tambal sela-selanya dengan tanah yang lembek agar tanah tidak menimbun mayat (secara langsung).
6.      Setelah itu kubur ditimbun.
Dan doa menguburkan jenazah ialah sebagai berikut:
بسم الله وعلى ملة رسول الله

III.         KESIMPULAN
Berdasarkan pemaparan materi di atas, kami dapat menyimpulkan beberapa kesimpulan sebagai berikut:
1.      Bagi umat islam yang baik maka hendaklah selalu mengingat mati dimanapun berada.
2.      Kewajiban penyelenggaraan jenazah : memandikan, mengkafani, menyalatkan dan menguburkannya.
3.      Rukun shalat mayit : niat, berdiri, takbir empat kali, membaca fatihah, membaca shalawat atas Nabi, mendoakan mayat, memberi salam.
4.      Menghadiri takziah dan ziarah kubur memberikan banyak hikmah dan manfaat.

IV.          PENUTUP
Dengan mengucapkan rasa syukur kepada Allah yang telah melimpahkan rahmat, taufik, hidayat, serta inayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan tugas makalah ini. Kami menyadari penyusunan makalah ini masih banyak kekurangan dan jauh dari kata “sempurna”. Untuk itu kritik dan saran yang konstruktif sangat kami harapkan demi perbaikan penyusunan makalah yang lebih baik lagi. Semoga uraian-uraian yang kami sampaikan dapat bermanfaat bagi kami dan para pembaca. Amin.


DAFTAR PUSTAKA

Fiqh, Anonim
Muhammad ,Imam Syafi’i Abdullah bin Idris, Ringkasan Kitab Al Umm, Jakarta: PUSTAKA AZZAM, 2004
Rasjid, Sulaiman, Fiqh Islam, Hukum Fiqh Lengkap, Jakarta: Attahiriyah, 1976.



[1] Fiqh, Anonim
[2] Fiqh, Anonim
[3] Imam Syafi’i Abdullah Muhammad bin Idris, Ringkasan Kitab Al Umm, (Jakarta: PUSTAKA AZZAM, 2004), hlm. 367
[4] Imam Syafi’i Abdullah Muhammad bin Idris, Ringkasan Kitab Al Umm, (Jakarta: PUSTAKA AZZAM, 2004), hlm. 367-371
[5] Imam Syafi’i Abdullah Muhammad bin Idris, Ringkasan Kitab Al Umm, (Jakarta: PUSTAKA AZZAM, 2004), hlm. 368
[6] Imam Syafi’i Abdullah Muhammad bin Idris, Ringkasan Kitab Al Umm, (Jakarta: PUSTAKA AZZAM, 2004), hlm. 369
[7] Imam Syafi’i Abdullah Muhammad bin Idris, Ringkasan Kitab Al Umm, (Jakarta: PUSTAKA AZZAM, 2004), hlm. 370
[8] Rasjid, Sulaiman, Fiqh Islam, Hukum Fiqh Lengkap, (Jakarta: Attahiriyah, 1976), hlm. 486
[9] Fiqh, Anonim