PERAWATAN
JENAZAH
MAKALAH
Disusun Guna Memenuhi
Tugas
Mata Kuliah: Fiqh
(PGMI-2A)
Dosen Pengampu: Lutfiyah, M.SI.
Disusun
oleh:
Khusnul Kholifah (103611007)
Lia Sholikhatul Amalia (103611008)
Nita Sufiati (103611014)
FAKULTAS
TARBIYAH
INSTITUT
AGAMA ISLAM NEGERI WALISONGO
SEMARANG
2013
I.
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Sebagaimana manusia semasa
hidupnya memiliki aturan-aturan tertentu yang harus diketahui dan dilaksanakan,
maka setelah kematiannya mereka pun
memiliki aturan-aturan tertentu yang harus diketahui dan dilaksanakan.
Kematian merupakan
akhir setiap jiwa, sebagaimana firman Allah SWT:
كل
نفس ذائقة الموت
Tiap-tiap yang berjiwa
akan merasakan mati (Ali Imran: 185)
Wajib
bagi setiap orang hidup untuk mengetahui ajaran bagaimana menghadapi orang yang
sakaratul maut, atau jika telah meninggal. Yakni mulai dari memandikan,
mengkafani, menyalatkan, serta menguburkan jenazah tersebut berdasarkan ajaran
kitabullah dan sunnah Rasul.
B. Rumusan
Masalah
Berdasarkan
latar belakang di atas, maka dapat kami peroleh rumusan masalah sebagai
berikut:
1. Apa
perbuatan yang dianjurkan
ketika datang ajal dan sesudahnya?
2. Bagaimanakah
penjelasan mengenai memandikan jenazah?
3. Bagaimanakah
penjelasan mengenai mengkafani jenazah?
4. Bagaimanakah
penjelasan mengenai menyalati jenazah?
5. Bagaimanakah
penjelasan mengenai menguburkan
jenazah?
II.
PEMBAHASAN
1.
Perbuatan
yang Dianjurkan ketika Datang Ajal dan Sesudahnya
Terhadap
orang yang hampir
meninggal, disunnatkan untuk diajari mengucapkan syahadat, berdasarkan sabda Nabi
SAW:
لقنواموتاكم
شهادة ان لااله الاالله
Ajarkanlah kalimat syahadat La
Ilaaha Illallaah kepada orang-orang yang hampir
mati diantara kamu.
Sebagian
fuqaha berpendapat bahwa menghadapkan orang yang hamper mati ke kiblat merupakan
hal yang disunnahkan.
Apabila
mayit telah mati, maka matanya dipejamkan, dan dianjurkan agar segera
dikuburkan, karena hal itu telah disebutkan di dalam hadits-hadits yang
berkenaan dengan masalah tersebut[1].
Sesaat
setelah meninggal
1.
Menutupkan kelopak matanya
2.
Mengikat rahangnya dengan tali yang
lembut
3.
Menutupinya dengan kain dari kepala
sampai telapak kakinya
4.
Menempatkannya di tempat yang layak dan jauh dari gangguan binatang
5.
Memohonkan ampunan
2.
Memandikan
1. Hukum
Memandikan jenazah
Mengenai hukum memandikan mayit,
mayoritas fuqaha berpendapat
bahwa hukumnya adalah fardhu kifayah, adapula fuqaha yang berpendapat bahwa
hukumnya adalah sunnah kifayah.[2]
2. Mayit
yang Wajib dimandikan
Fuqaha
telah sependapat bahwa mayit yang wajib dimandikan ialah mayit muslim yang
tidak terbunuh dalam peperangan melawan kaum kafir.[3]
3. Cara
Memandikan
Adapun
langkah-langkah dalam memandikan jenazah adalah sebagai berikut:[4]
a. Dianjurkan
menutup aurat si mayit ketika memandikannya. Dan melepas pakaiannya, serta
menutupinya dari pandangan orang banyak. Sebab si mayit barangkali berada dalam
kondisi yang tidak layak untuk dilihat. Sebaiknya papan pemandian sedikit
miring ke arah kedua kakinya agar air dan apa-apa yang keluar dari jasadnya mudah
mengalir darinya.
b. Petugas
yang memandikan memulai dengan melunakkan persendian jenazah tersebut. Apabila
kuku-kuku jenazah itu panjang, maka dipotongi. Demikian pula bulu ketiaknya.
Adapun bulu kelamin, maka jangan mendekatinya, karena itu merupakan aurat
besar. Kemudian petugas yang memandikan mengangkat kepala jenazah hingga hampir
mendekati posisi duduk. Lalu mengurut perutnya dengan perlahan untuk
mengeluarkan kotoran yang masih dalam perutnya. Hendaklah memperbanyak siraman
air untuk membersihkan kotoran-kotoran yang keluar.
c. Petugas
yang memandikan jenazah hendaklah mengenakan lipatan kain pada tangannya atau
sarung tangan untuk membersihkan jasad si mayit (membersihkan qubul dan dubur
si mayit) tanpa harus melihat atau menyentuh langsung auratnya, jika si mayit
berusia tujuh tahun ke atas.
d.
Selanjutnya petugas berniat
(dalam hati) untuk memandikan jenazah serta membaca basmalah. Lalu petugas
me-wudhu-i jenazah tersebut sebagaimana wudhu untuk shalat. Namun tidak perlu
memasukkan air ke dalam hidung dan mulut si mayit, tapi cukup dengan memasukkan
jari yang telah dibungkus dengan kain yang dibasahi di antara bibir si mayit
lalu menggosok giginya dan kedua lubang hidungnya sampai bersih. Selanjutnya,
dianjurkan agar mencuci rambut dan jenggotnya dengan busa perasan daun bidara
atau dengan busa sabun. Dan sisa perasan daun bidara tersebut digunakan untuk
membasuh sekujur jasad si mayit.
e.
Setelah itu membasuh
anggota badan sebelah kanan si mayit. Dimulai dari sisi kanan tengkuknya,
kemudian tangan kanannya dan bahu kanannya, kemudian belahan dadanya yang
sebelah kanan, kemudian sisi tubuhnya yang sebelah kanan, kemudian paha, betis
dan telapak kaki yang sebelah kanan.
f. Selanjutnya
petugas membalik sisi tubuhnya hingga miring ke sebelah kiri, kemudian membasuh
belahan punggungnya yang sebelah kanan. Kemudian dengan cara yang sama petugas
membasuh anggota tubuh jenazah yang sebelah kiri, lalu membalikkannya hingga
miring ke sebelah kanan dan membasuh belahan punggung yang sebelah kiri. Dan
setiap kali membasuh bagian perut si mayit keluar kotoran darinya, hendaklah
dibersihkan.
Dianjurkan agar air yang dipakai untuk memandikan
si mayit adalah air yang sejuk, kecuali jika petugas yang memandikan
membutuhkan air panas untuk menghilangkan kotoran-kotoran yang masih melekat
pada jasad si mayit. Dibolehkan juga menggunakan sabun
untuk menghilangkan kotoran. Namun jangan mengerik atau menggosok tubuh si
mayit dengan keras. Dibolehkan juga membersihkan gigi si mayit dengan siwak
atau sikat gigi. Dianjurkan juga menyisir rambut si mayit, sebab rambutnya akan
gugur dan berjatuhan.
Setelah selesai dari memandikan jenazah ini, petugas mengelapnya
(menghandukinya) dengan kain atau yang semisalnya. Kemudian memotong kumisnya
dan kuku-kukunya jika panjang, serta mencabuti bulu ketiaknya (apabila semua
itu belum dilakukan sebelum memandikannya) dan diletakkan semua yang dipotong
itu bersamanya di dalam kain kafan. Kemudian apabila jenazah tersebut adalah
wanita, maka rambut kepalanya dipilin (dipintal) menjadi tiga pilinan lalu diletakkan
di belakang (punggungnya).
4. Jumlah
basuhan
Diriwayatkan dari Muhammad bin Sirin,
dari Ummu Athiyah , bahwa Rasululah SAW berkata kepada para wanita yang
memandikan jenazah putrinya:
“mandikanlah
tiga kali, lima kali, atau lebih dari itu, apabila kalian menganggap hal itu
(baik) dengan air dan dauun pohon bidara, dan akhirilah dengan kapur barus atau
sedikit dari kapur barus”.
Sedangkan
imam syafii lebih menyukai jika mayit dimandikan tiga kali dengan air yang
telah disiapkan dan tidak menguranginya, hal ini berdasarkan hadits Rasulullah
SAW, “Mandikanlah mayat itu sampai tiga kali! Apabila sampai tiga kali belum
bersih, maka tambahkanlah sampai lima kali.”[5]
Orang
yang tidak dapat dimandikan karena tidak ada air atau dikhawatirkan tubuhnya
akan rusak dengan dimandikan, seperti orang yang terkena lepra, atau yang
terbakar, atau jika mayatnya seorang wanita di tengah laki-laki yang bukan
suaminya, atau mayatnya laki-laki di tengah wanita yang bukan istrinya. Dalam
knndisi tersebut, maka mayat ditayammumkan dengan debu; yaitu dengan mengusap
mukanya dan kedua telapak tangannya dengan menggunakan sarung tangan bagi orang
yang mengusapnya.
5. Orang
yang memandikan
Menurut
Imam Syafi’I orang yang paling utama memandikannya adalah yang lebih utama
untuk menyalatkannya.
Namun apabila dikerjakan oleh orang lain, maka hal itu tidaklah mengapa.[6]
3.
Mengkafani
1. Hukum
Mengkafani Jenazah
Mengkafani
jenazah hukumnya wajib dan hendaklah kain kafan tersebut dibeli dari harta si
mayit. Hendaklah didahulukan membeli kain kafannya dari melunaskan hutangnya,
menunaikan wasiatnya dan membagi harta warisannya. Jika si mayit tidak memiliki
harta, maka keluarganya boleh menanggungnya.
2. Jumlah
Lapisan Kain Kafan
Mengenai
jumlah lapisan kain kafan ini, Imam Syafi’I lebih menyukai apabila jumlah kain
kafan mayit sebanyak tiga helai yang berwarna putih, tidak termasuk baju kemeja
dan serban. Dan ada pula
yang berpendapat bahwa jumlah kain kafan untuk jenazah laki-laki adalah tiga
helai, sedangkan untuk jenazah perempuan sebanyak lima helai.
3. Cara
Mengkafani Jenazah
Dibentangkan tiga lembar kain kafan, sebagiannya di atas sebagian
yang lain. Kemudian didatangkan jenazah yang sudah dimandikan lalu diletakkan
di atas lembaran-lembaran kain kafan itu dengan posisi telentang. Kemudian
didatangkan hanuth yaitu minyak wangi (parfum) dan kapas. Lalu kapas tersebut
dibubuhi parfum dan diletakkan di antara kedua pantat jenazah, serta
dikencangkan dengan secarik kain di atasnya (seperti melilit popok bayi).
Kemudian sisa kapas yang lain yang sudah diberi parfum diletakkan di
atas kedua matanya, kedua lubang hidungnya, mulutnya, kedua telinganya dan di
atas tempat-tempat sujudnya, yaitu dahinya, hidungnya, kedua telapak tangannya,
kedua lututnya, ujung-ujung jari kedua telapak kakinya, dan juga pada kedua
lipatan ketiaknya, kedua lipatan lututnya, serta pusarnya. Dan diberi parfum
pula antara kafan-kafan tersebut, juga kepala jenazah.
Selanjutnya lembaran pertama kain kafan dilipat dari sebelah kanan
dahulu, baru kemudian yang sebelah kiri sambil mengambil handuk/kain penutup
auratnya. Menyusul kemudian lembaran kedua dan ketiga, seperti halnya lembaran
pertama. Kemudian menambatkan tali-tali pengikatnya yang berjumlah tujuh utas
tali. Lalu gulunglah lebihan kain kafan pada ujung kepala dan kakinya agar
tidak lepas ikatannya dan dilipat ke atas wajahnya dan ke atas kakinya (ke arah
atas). Hendaklah ikatan tali tersebut dibuka saat dimakamkan. Dibolehkan mengikat
kain kafan tersebut dengan enam utas tali atau kurang dari itu, sebab maksud
pengikatan itu sendiri agar kain kafan tersebut tidak mudah lepas (terbuka).[7]
4.
Menyalatkan
1. Cara
mengerjakan shalat jenazah
Dalam pembicaraan ini
terdapat beberapa persoalan, antara lain:[8]
a. Bilangan
takbir
Pada
masa pertama Islam, masalah bilangan takbir ini banyak diperselisihkan di
kalangan sahabat, dari tiga hingga tujuh takbir. Akan tetapi, fuqaha
negeri-negeri besar berpendapat bahwa bilangan takbir dalam shalat jenazah ada
empat. Kecuali Ibnu Abi Laila dan Jabir bin Zaid yang berpendapat bahwa takbir
tersebut adalah lima kali.
Silang
pendapat ini disebabkan karena terdapat bermacam-macam hadits yang berkenaan
dengan masalah ini, antara lain:[9]
1)
Hadist yang
diriwayatkan dari Abu Hurairah ra:
Sesungguhnya Rasulullah SAW menyiarkan kabar tentang wafatnya Najasi pada
hari meninggalnya, dan keluarlah beliau bersama para sahabat ke tempat shalat (mushala),
kemudian belaiu membuat shaf bersama mereka dan mengucapkan takbir empat kali.
2)
Hadist yang
diriwayatkan Muslim dari Abdu’r-Rahman bin Abu Laila:
Berkata Abu’-Rahman; Adalah Zaid bin Arqam bertakbir atas jenazah-jenazah
empat kali, dan adalah dia bertakbir atas satu jenazah lima kali. Maka kami
tanyakan ini padanya, maka jawabnya, “Rasulullah SAW pernah melakukan
takbir-takbir demikian.”
3)
Sebuah riwayat dari
Abu Khaitsamah, dari ayahnya:
Berkata ayah Abu Khaitsamah: Dahulu Rasulullah SAW bertakbir atas
jenazah-jenazah emat kali, lima kali, enam kali, tujuh kali dan delapan kali,
hingga ketika Najasyi wafat, maka berbarislah orang banyak di belakang beliau,
dan beliau bertakbir empat kali. Kemudian tetaplah beliau pada empat takbir itu
hingga Allah mewakafkannya.
b.
Tata cara shalat jenazah
Imam atau orang yang shalat sendiri berdiri di
bagian dada jika mayatnya laki-laki atau di sisi tengah jika mayatnya
perempuan. Sedabgkan makmum berdiri di belakan imam. Disunnahkan untuk membuat
tiga barisan.
Surat al-Fatihah dibaca pada takbir pertama,
kemudian bershalawat atas Nabi SAW. selanjutnya berdoa untuk kaum muslimin baik
laki-laki maupun perempuan, dan kemudian mengkhususkan doa untuk si mayit.
Stelah itu dilanjutkan dengan salam.
Bagi mereka yang ketinggalan sebagian takbir dalam
shalat jenazah maka ia ikut masuk bersama imam dari shalat yang tersisa, jika
imamnya salam maka dia sempurnakan apa yang tertinggal. Namun jika ia khawatir
jenazahnya terlanjur diangkat, maka dia bertakbir secara berturut-turut (tanpa
jeda diantaranya) kemudian
dia salam. Sedangkan orang yang terlambat ikut shalat mayat sebelum dikubur
maka dia dapat menyalatkan di kuburnya.
Bagi orang yang tidak berada di negeri tempat jenazah berada dan dia
mengetahui berita kematiannya, maka dia dapat shalat ghaib.
Janin yang keguguran jika sudah berusia empat bulan
lebih maka wajib dilakukan shalat jenazah atasnya, sedangkan jika kurang dari
empat bulan maka tidak dishalatkan.
Adapun bacaan dalam shalat jenazah ialah sebagai
berikut:
1.
Niat
اصلى على هذالميت اربع تكبيرات فرض الكفاية لله تعالى
2.
Takbir
3.
Al Fatihah
4.
Takbir
5.
Shalawat Nabi
اللهم صل على سيدنا محمد وعلى ال سيدنا محمد
6.
Takbir
7.
Doa
اللهم اغفر له وارحمه وعافه واعف عنه واجعل الجنة
مثوىه
8.
Takbir
9.
Doa
اللهم لا تحرمنا اجره ولا تفتنا بعده واغفر لنا وله
10. Salam
Dan jika mayatnya perempuan maka dhamir hu (ه ( tersebut tinggal diubah
menjadi ha (ها)
5.
Menguburkan
Tata cara menguburkan
jenazah:
1. Mayat
wajib dikuburkan di tempat yang aman dari binatang buas. Mayat dihadapkan ke
kiblat, semakin dalam kuburnya semakin baik.
2. Lebih
utama jika kuburnya menggunakan lahad, yaitu lubang yang digali ke samping di
dasar kubur dan mengarah ke kiblat.
3. Jika
ada alasan tertentu, dibolehkan tidak menggunakan liang lahad. Caranya dengan
menggali lubang ke bawah di tengah dasar kubur untuk mayat. Misalnya jika
tanahnya mudah runtuh.
4. Mayat
diletakkan di atas pinggang kanannya dan menghadap kiblat.
5. Setelah
mayat diletakkan di lahad, letakkan papan di atas lahad dan tambal sela-selanya
dengan tanah yang lembek agar tanah tidak menimbun mayat (secara langsung).
6. Setelah
itu kubur ditimbun.
Dan
doa menguburkan jenazah ialah sebagai berikut:
بسم الله وعلى ملة رسول
الله
III.
KESIMPULAN
Berdasarkan pemaparan materi di atas, kami dapat menyimpulkan beberapa
kesimpulan sebagai berikut:
1.
Bagi umat islam yang baik maka
hendaklah selalu mengingat mati dimanapun berada.
2.
Kewajiban penyelenggaraan jenazah :
memandikan, mengkafani, menyalatkan dan menguburkannya.
3.
Rukun shalat mayit : niat, berdiri, takbir empat kali, membaca
fatihah, membaca shalawat atas
Nabi, mendoakan mayat, memberi salam.
4.
Menghadiri takziah dan ziarah kubur
memberikan banyak hikmah dan manfaat.
IV.
PENUTUP
Dengan
mengucapkan rasa syukur kepada Allah yang telah melimpahkan rahmat, taufik,
hidayat, serta inayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan tugas makalah ini.
Kami menyadari penyusunan makalah ini masih banyak kekurangan dan jauh dari
kata “sempurna”. Untuk itu kritik dan saran yang konstruktif sangat kami
harapkan demi perbaikan penyusunan makalah yang lebih baik lagi. Semoga
uraian-uraian yang kami sampaikan dapat bermanfaat bagi kami dan para pembaca.
Amin.
DAFTAR
PUSTAKA
Fiqh, Anonim
Muhammad ,Imam Syafi’i Abdullah
bin Idris, Ringkasan Kitab Al Umm,
Jakarta: PUSTAKA AZZAM, 2004
Rasjid, Sulaiman, Fiqh Islam, Hukum Fiqh Lengkap, Jakarta: Attahiriyah, 1976.
[3]
Imam Syafi’i Abdullah Muhammad bin Idris, Ringkasan Kitab Al Umm, (Jakarta:
PUSTAKA AZZAM, 2004), hlm. 367
[4]
Imam Syafi’i Abdullah Muhammad bin Idris, Ringkasan Kitab Al Umm, (Jakarta:
PUSTAKA AZZAM, 2004), hlm. 367-371
[5]
Imam Syafi’i Abdullah Muhammad bin Idris, Ringkasan Kitab Al Umm, (Jakarta:
PUSTAKA AZZAM, 2004), hlm. 368
[6]
Imam Syafi’i Abdullah Muhammad bin Idris, Ringkasan Kitab Al Umm, (Jakarta:
PUSTAKA AZZAM, 2004), hlm. 369
[7]
Imam Syafi’i Abdullah Muhammad bin Idris, Ringkasan Kitab Al Umm, (Jakarta:
PUSTAKA AZZAM, 2004), hlm. 370