Maraknya kasus
pembocoran kunci jawaban Ujian Nasional (UN) oleh oknum yang tidak
bertanggungjawab senantiasa mewarnai proses berlangsungnya UN setiap tahun. Merujuk
pada pengalaman saya pada masa kelulusan Sekolah Menengah Atas (SMA), terlintas
di benak bahwa nilai UN bukanlah segala-galanya. Maksud saya di sini, parameter
sebuah kualitas kelulusan bukan hanya ditinjau dari segi tingginya nilai UN
saja akan tetapi juga dari segi keterampilan dan sikap. Perlu digarisbawahi, tidak
selamanya anak yang pintar selalu mendapatkan nilai UN tertinggi. Tidak sedikit
di antara mereka yang gagal meraih nilai yang terbaik bahkan ada yang tidak
lulus lantaran gagal dalam UN.
Jika kualitas calon
peserta didik pada suatu Perguruan Tinggi Negeri (PTN) diukur dari nilai UN,
maka parameter yang digunakan hanya dari segi kognitif saja. Padahal, sebuah
lapangan kerja membutuhkan output
dari lulusan PTN yang bukan hanya mahir berteori saja akan tetapi juga
implikasi serta pengamalannya agar tidak terjadi malproduct yang hanya mengejar status bukan keahlian.
Perlu diketahui, tidak
seperti pendaftaran penerimaan mahasiswa Seleksi Nasional Masuk Perguruan
Tinggi Negeri (SNMPTN) yang akan mulai dibuka kisaran bulan Februari hingga
Maret, jika menunggu nilai hasil UN maka tidak menutup kemungkinan pendaftaran
akan dilaksanakan pada bulan ‘tua’. Tidak masalah jika siswa memiliki nilai UN
yang tinggi, namun untuk siswa yang memiliki nilai pas-pasan, waktu yang
digunakan untuk menunggu pengumuman pendaftaran di suatu PTN lebih baik
digunakan untuk mendaftarkan diri pada Perguruan Tinggi lain.
Sebuah proses
pendidikan tidak hanya bermuara pada ranah kognitif saja. Akan tetapi, perlu
dukungan dari segi psikomotorik dan juga afektif. Sebagai contoh, melalui penyaringan
prestasi akademik tanpa ujian tulis yang menggunakan nilai rapor dan keterampilan. Cara ini jelas lebih valid jika
dibandingkan dengan nilai UN. Di dalam buku rapor telah terakumulasi semua
nilai dari semester awal hingga akhir. Tidak ada salahnya jika hal ini menjadi
bahan pertimbangan sebuah PTN untuk menyaring calon mahasiswanya.
Dengan demikian, mekanisme
penerimaan mahasiswa baru perlu ditinjau ulang terutama dari segi validitas
nilai peserta didik. Hal ini sebagai salah satu upaya untuk memastikan apakah
nilai tersebut diperoleh dari hasil jerih payah siswa atau tidak. Hal ini juga bertujuan
agar pendidikan di Indonesia bersih dari segala kecurangan dan senantiasa menegakkan
keadilan.
1 komentar:
Bismillah... ^_^
Posting Komentar